Israel dan Hamas Sepakat Gencatan Senjata: Kesepakatan Perdamaian yang Ditunggu-Tunggu
Israel dan Hamas dilaporkan telah menyetujui kesepakatan untuk melaksanakan gencatan senjata di Gaza. Informasi ini dikonfirmasi oleh mediator Qatar pada Kamis, 16 Januari 2025. Rencananya, gencatan senjata akan dimulai pada hari Minggu mendatang.
Kesepakatan ini mencakup pertukaran sandera dan tahanan yang menjadi titik sentral setelah perang selama 15 bulan. Sebanyak 33 sandera Israel dijadwalkan akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan. Perjanjian ini bahkan diharapkan bisa membuka jalan bagi perdamaian permanen di wilayah tersebut.
Detail Kesepakatan Gencatan Senjata
Kesepakatan gencatan senjata dirancang untuk berlangsung dalam tiga tahap selama 42 hari. Pada tahap awal, 33 sandera Israel, yang terdiri dari perempuan, anak-anak, lansia, serta warga sipil yang sakit dan terluka, akan dibebaskan oleh Hamas. Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina. Namun, jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan akan bergantung pada jumlah sandera Israel yang masih hidup.
Tahap kedua dari kesepakatan ini akan dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata. Tahap ini mencakup pembebasan sandera pria, termasuk tentara dan jenazah sandera yang terbunuh. Selama periode gencatan senjata, pasukan Israel akan mundur dari daerah padat penduduk di Gaza, meskipun mereka tetap mempertahankan zona penyangga hingga semua sandera dikembalikan.
Kontroversi Sikap Netanyahu
Meski kesepakatan telah dicapai, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa kabinetnya tidak akan segera meratifikasi kesepakatan tersebut. Netanyahu menuduh Hamas mengingkari beberapa poin perjanjian untuk mendapatkan keuntungan tambahan di menit-menit terakhir. Di sisi lain, Hamas membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa mereka tetap mematuhi seluruh ketentuan kesepakatan.
Situasi di Lapangan
Meskipun gencatan senjata telah disepakati, serangan udara Israel masih berlangsung di Gaza hingga Kamis malam. Serangan ini menyebabkan sedikitnya 46 warga Palestina tewas. Sementara itu, militan Gaza menembakkan roket ke Israel sebagai bentuk perlawanan. Serangan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa, tetapi meningkatkan ketegangan di wilayah konflik.
Dukungan dan Respon Internasional
Kesepakatan ini mendapat respon positif dari berbagai pihak internasional. Wakil kepala Biro Politik Hamas, Khalil al-Hayya, mengucapkan terima kasih kepada Iran, Hizbullah, serta gerakan perlawanan di Yaman dan Irak yang mendukung perjuangan rakyat Palestina. Iran menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan besar bagi Palestina.
Di sisi lain, Rusia juga menyambut baik langkah ini sebagai upaya menuju stabilisasi jangka panjang di kawasan tersebut. Juru bicara Kremlin menekankan pentingnya menjadikan gencatan senjata ini sebagai dasar untuk penyelesaian politik yang lebih komprehensif.
Peran Donald Trump dalam Normalisasi Hubungan Arab-Israel
Kesepakatan ini bertepatan dengan rencana pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2025. Trump menyatakan bahwa perdamaian ini memberikan peluang untuk memperluas Perjanjian Abraham, yang sebelumnya telah membuka normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab. Namun, Arab Saudi masih menunggu komitmen Israel untuk mendukung solusi dua negara.
Sikap Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyambut baik kesepakatan ini. Indonesia menegaskan pentingnya pelaksanaan kesepakatan secara menyeluruh demi mengakhiri penderitaan warga Gaza. Selain itu, Indonesia menyerukan perlunya solusi dua negara yang memastikan kemerdekaan Palestina sesuai parameter internasional.