Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza Terancam Batal: Pembaruan Terbaru
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza menghadapi ancaman pembatalan. Kabinet Israel dijadwalkan memberikan suara pada Jumat (17/1/2025) terkait kesepakatan ini, yang juga mencakup pembebasan sandera. Namun, dinamika politik internal dan tindakan terbaru di lapangan mempersulit upaya tersebut.
Penolakan dari beberapa anggota kabinet menambah ketegangan. Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben Gvir, mengancam keluar dari pemerintahan jika kesepakatan disetujui. Sementara itu, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Kamis menuduh Hamas melanggar beberapa poin dalam perjanjian, meskipun Hamas menepis tuduhan tersebut sebagai tidak berdasar. Akibatnya, Netanyahu memutuskan untuk menunda pemungutan suara hingga isu-isu tersebut diselesaikan.
Di tengah upaya diplomasi, serangan Israel di Gaza terus meningkat. Militer Israel melaporkan telah menyerang 50 target di Gaza dalam 24 jam terakhir. Hamas menyebutkan bahwa serangan ini menewaskan 80 orang dan melukai ratusan lainnya. Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, memperingatkan bahwa serangan ini juga mengancam nyawa para sandera, yang seharusnya dibebaskan berdasarkan kesepakatan.
Serangan tersebut memicu kekhawatiran bahwa kebebasan para sandera dapat berubah menjadi tragedi. Hamas menyebut risiko ini sebagai ancaman serius bagi proses perdamaian. Namun demikian, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tetap optimistis bahwa gencatan senjata akan dimulai seperti yang direncanakan, yaitu pada Minggu. Blinken menegaskan bahwa implementasi kesepakatan masih dalam jalur, sesuai pernyataannya kepada AFP.
Selain Amerika Serikat, Mesir sebagai mediator juga menekan semua pihak untuk segera memulai gencatan senjata tanpa penundaan. Kairo menegaskan pentingnya implementasi perjanjian untuk menghentikan eskalasi kekerasan.
Sebelumnya, warga Gaza sempat merayakan pengumuman kesepakatan damai yang diumumkan mediator Qatar pada Rabu. Namun, kebahagiaan mereka berubah menjadi duka setelah serangan udara Israel pada malam harinya menewaskan puluhan orang, termasuk 40 anggota keluarga Alloush di Gaza utara. Saeed Alloush, salah satu warga yang terdampak, menyatakan bahwa malam tersebut awalnya menjadi malam paling bahagia sejak perang dimulai pada Oktober, sebelum tragedi tersebut terjadi.
Konflik Gaza yang dimulai pada Oktober telah menewaskan 46.788 orang menurut data terbaru. Berbagai kelompok kemanusiaan, termasuk PBB, menyebutkan bahwa skala kekerasan ini mendekati tindakan genosida. Situasi di Gaza tetap genting, sementara dunia internasional terus mendorong solusi damai untuk mengakhiri penderitaan jutaan warga sipil.